Saturday, May 05, 2007

BENARKAH ISLAM TIDAK PEDULI KAUM BURUH?

Oleh: Gamal el-Banna


Pandangan banyak pemikir Islam terhadap buruh atau serikat pekerja amat memprihatinkan. Kebanyakan pemikir-pemikir Islam kurang arif dalam menyikapi masalah perburuhan. Sebagian kecil telah menulisnya secara terlalu sederhana dan kurang pengkajian.

Kisah-kisah Nabi Nuh sebagai tukang kayu, Nabi Idris sebagai tukang jahit, Musa dan Nabi Muhammad sebagai pengembala kambing. Dua atau tiga Hadis rnengenai pekerjaan selalu disebut tetapi ini sajalah bahan mengenai perburuhan yang dimiliki oleh para pemikir Islam tradisional. Kebanyakan daripada mereka yang teiah menulis mengenai perburuhan coba mengelak menyebut isu serikat pekerja, seolah-olah perkara tersebut adalah pantangan. Malahan sebagian mereka percaya bahwa serikat pekerja tidak selaras dengan Islam dan peraturan-peraturannya.

Sikap ini tidak berasas sekali dan sebab utamanya ialah karena mereka kurang arif dan kurang mengkaji isu serikat pekerja. Mereka tidak mendapati rujukan mengenainya di kitab-kitab Fiqh, Hadis atau Tafsir yang ditulis 10 abad yang lalu. Akhirnya terjadilah suatu jurang pemisah yang besar di antara pemikir-pemikir Islam modern dan pemikir-pemikir Islam tradisional mengenai isu yang penting ini. Inilah sebab utamanya, dan bukan perbedaan di antara nilai Islam dan keberadaan serikat pekerja.



ORGANISASI-ORGANISASI KETUKANGAN DALAM ISLAM
Organisasi-organisasi ketukangan (Guilds), yang merupakan pendahulu serikat pekerja telah lama wujud dalam masyarakat Islam sejak awal abad ke-tiga. Ibn Battuta (1304-1378M) yang menjelejahi dunia di wilayah sini sebelum Marco Polo menulis tentang Goudia atau Karmia di kota-kota Islam di Asia yang dilawatinya. Persatuan-persatuan ini digelar Persaudaraan dan fraternitas. Gilda-gilda ini diorganisir menurut spesialisasi ketukangan masing-masing. Tiap-tiap persatuan mempunyai masjidnya tersendiri yang digunakan sebagai pusat majlis-majlis dan perayaan-perayaan.

Ibn Battuta menyatakan kekagumannya akan adat resmi serta keramahan mereka. Jalinan yang erat diantara organisasi ini dengan ahli-ahli Sufi sungguh kentara. Setiap bidang ketukangan mempunyai sheikh atau imamnya tersendiri.

Organisasi ini juga mempunyai hubungan resmi dengan Al-Mutasib, pejabat umum yang bertanggungjawab dalam hal-ihwal perdagangan. Ia mengelola kemahiran (pekerjaan), mengeluarkan kebijakan serta mewakili pemilik-pemilik (majikan pekerja dan wirausahawan).

Organisasi-organisasi ini ada hingga awal kurun ke-19. Menurut Ali Pasha Mubarik (wafat 1893 M) diperkirakan ada 198 persatuan di Cairo dalam separuh abad ke-19 dengan jumlah anggota persatuan sebanyak 360.489 orang.

Hubungan antara persatuan-persatuan ini dan Tarikat Sufi di satu pihak, dan dengan Al-Mutasib di lain pihak membuktikan bukan saja persatuan ini diakui sah di dalam tamadun (peradaban) Islam dari abad ke-3 hingga abad ke-13 tetapi juga memainkan peranan yang berguna kepada anggotanya, konsumen, industri itu sendiri dan masyarakat secara umumnya.

Memang ada perbedaan di antara organisasi organisasi ketukangan ini dengan serikat pekerja modern akan tetapi pada dasarnya adalah sama. Masing-masing mewakili anggota-anggotanya dan mempertahankan hak-hak mereka. Jika fungsi ini tidak selaras dengan prinsip-prinsip Islam mengapa masyarakat Islam menerimanya selama 10 abad mengiktiraf (mengakui) dan yakin dengan keberadaannya untuk berfungsi sebagai agen pembangunan di dalam masyarakat tersebut.



TUJUAN SERIKAT PEKERJA: KEADILAN
Jika kita ingin menerangkan tujuan serikat pekerja dalam satu kata; maka kata itu ialah ‘keadilan’. Serikat pekerja didirikan untuk menegakkan keadilan hakiki. Serikat pekerja didirikan untuk menghapuskan ketidakadilan, dan memungkinkan pekerja hidup dengan sejahtera. Jika tujuan utama serikat pekerja ialah keadilan, begitu juga tujuan Islam.

Mengapa? karena sebagai Ad-din, Islam bukan hanya agama ibadat ritual saja. Ia merangkumi aspek-aspek sosial, ekonomi dan politik. Mengharamkan kezaliman dan riba dan menggerakkan al-syura (musyawarah) dan zakat adalah contoh-contoh jelas prinsip-prinsip Islam di dalam politik dan ekonomi.

Keadilan adalah dasar utama Islam dan inilah yang membedakan Islam dengan agama-agama yang lain. Islam mengiktiraf hak-hak orang banyak untuk hidup tanpa lapar dan ketakutan. Dan menganggap hal ini salah satu sebab memuja Tuhan. “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Ka’bah ini (ALLAH), yang telah memberi makan kepada mereka dari kelaparan, dan telah mengamankan mereka dari ketakutan “. (SURAH QURAISY AYAT 3 & 4). Dan salah satu perjuangan politik serikat pekerja khususnya untuk menjamin kesejahteraan, rasa aman dan keselamatan para pekerja.

Apabila Nabi Muhammad S.A.W melihat orang fakir Arab berpakaian compang-camping, Baginda merasa sangat malu sehingga merah mukanya. Pemandangan begini sudah tentu membuat pemerintah Islam malu. Adalah menjadi tanggungjawab negara untuk memberi keadilan melalui undang-undang, sedangkan individu-individu dan serikat-serikat hanya bisa memperjuangkannya saja. Para Fuqaha menyatakan bahwa keadilan pemerintahan kafir lebih baik daripada pemerintahan Islam yang zalim, karena fungsi utama negara Islam adalah untuk menegakkan keadilan. Jadi bila serikat pekerja berdiri teguh di belakang orang-orang miskin dan rnemperjuangkan keadlilan, mereka sebenarnya memperjuangkan cita cita dan tradisi Islam.

Isu-isu yang perlu dibincangkan di sini, adakah keadilan yang dituntut oleh serikat pekerja sesuai dengan konsep keadilan yang dituntut oleh Islam. Konsep keadilan yang dituntut oleh serikat pekerja mempunyai elemen yang sangat subjektif. Walau bagaimanapun keadilan yang dituntut oleh orang-orang miskin membuatnya serupa dengan keadilan Islam. Islam bisa memberi sumbangan ke arah penyelesaian krisis serikat pekerja apabila serikat pekerja Islam membuat tuntutan di atas dasar keadilan Islam, mereka akan memperolehi kesahihan, perundangan - yang bercorak dan dekat kepada Islam. Ini bertepatan dengan apa yang dicanangkan oleh Konfederasi Buruh Islam Antarabangsa.



HAK UNTUK BERSERIKAT
Sebagian pemikir Islam berpendapat bahwa Islam melarang pekerja berserikat. Padahal, Islam bukan hanya mengakui hak berserikat, tapi bahkan menggalakannya. Adalah diketahui umum bahwa Islam memuji persatuan dan menggalakan umatnya bersembahyang berjemaah.
Logikanya, apabila individu-individu berkumpul, kesemua mereka akan melupakan kepentingan pribadi masing-masing, dan berjuang ke arah keadilan. Jemaah akan menghapuskan sikap mementingkan diri sendiri, satu dosa dalam semua agama. Islam mengajar umatnya bekerjasama dalam semua hal dan mengucapkan salam diantara sesama.

Apabila pekerja-pekerja bersatu untuk menyelesaikan masalah mereka bersama, berarti mereka telah mengikuti peraturan dan petunjuk Islam.



HAK UNTUK MOGOK KERJA
Islam membolehkan semua orang yang dinafikan haknya, mendapatkan pelayanan yang buruk dan dizalimi untuk mempertahankan hak mereka. Atas prinsip inilah jihad diwajibkan oleh Islam. Ini telah diuraikan dengan jelas di dalam ayat 39 Surah Al-Haj dimana perang dihalalkan. “Telah diizinkan berperang kepada orang-orang yang diperangi disebabkan mereka teraniaya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa menolong mereka“. Dan seterusnya ayat 42 Al-Syura “Hanya ada jalan terhadap orang-orang yang aniaya kepada manusia dan berbuat bencana di muka bumi tanpa kebenaran untuk mereka siksa yang pedih“. Dan ayat tersebut serta banyak ayat-ayat lain lagi, Islam dengan jelas memberi hak kepada seseorang untuk mempertahankan hak dan kebebasan.

Seorang Fuqahá yang terkenal Taq El Din Abd Wahab Al Subky (wafat 777M) telah menulis satu buku mengenai tanggungjawab pekerja untuk menghindar dan terlibat dengan kerja-kerja yang bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Dia menyebut pegawai penjara wajib menolong merbebaskan tawanan jika ia benar-benar dianiaya. Tukang gantung tidak menggantung terpidana jika didapati dia sengaja dianiaya – jika tidak, dia akan dipersoalkan di hadapan Allah kelak, penjahit tidak boleh menggunakan kulit babi, dan seterusnya. “Tidak dibenarkan mematuhi perintah manusia jika bertentangan dengan perintah Tuhan“. Tuhan tidak menerima pengabadian makhluknya jika ia menyalahi hukum Allah.

Pekerjaan dalam Islam diatur mengikuti pokok-pokok Islam. Majikan dan pemerintah tidak boleh menyuruh pekerja melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan Islam. Jika ini berlaku, adalah menjadi hak dan tanggungjawab pekerja untuk menolak melakukannya. Kita boleh menyatakan dengan yakin bahwa semua bentuk eksploitasi (penghisapan/pemerasan) adalah bertentangan dengan ajaran Islam, dan pekerja berhak menentang eksploitasi tersebut secara damai.

Sekarang mari kita perjelas satu kata yang dibenci dan ditakuti, yaitu mogok. Tindakan mogok dilakukan oleh pekerja-pekerja apabila semua saluran untuk perundingan sudah buntu. Jika Islam memberi muslimin hak untuk mempertahankan tuntutan mereka, maka Islam tidak menghalangi tindakan pasif seperti mogok.Tiada siapa yang boleh menyatakan dasar Islam tidak mengakui mogok di dalam konteks masyarakat kapitalis ini. Yang penting bukan tekniknya akan tetapi niat dan tujuannya untuk menuntut keadilan. Jika tindakan itu sesuai dengan keadilan, Islam bukan hanya membenarkan, malah menggalakan tindakan tersebut.

Dalam negara yang penguasanya bertindak zalim dan tidak adil, hanya mementingkan kepentingan orang-orang kuat dan orang-orang kaya saja, maka mogok adalah salah satu jalan para pekerja untuk menaikkan posisi tawar mereka di hadapan para majikan (pengusaha/pemilik modal) dan penguasa. Ini merupakan satu hukuman terhadap golongan kapitalis. Dalam ketiadaan keadilan Islam, para pekerja tiada pilihan. Jika keadilan Islam diaplikasikan di dalam undang-undang, mogok tidak perlu diadakan karena keadilan Islam menjamin hak-hak para pekerja dilindungi. Jika ada pertentangan, mahkamah pengadilan dapat menentukan hukumnya.

Disarikan dari: Mengapa Islam Menggalakan Kesatuan Pekerja

Alih bahasa Arab ke dalam Melayu oleh:
Sdr. Baharin Bin Md. Yusof
Sdz. Syed Shahir Bin Syed Mohamud
Sumber: http://www.umno-reform.com

No comments: